Disusun Oleh Endang Mu’min
![]() |
Photograph Endang Mu’min/HumasKemenag |
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ الْمَحْمُوْدِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، اَلْمَوْصُوْفِ بِصِفَاتِ الْجَلاَلِ وَالْكَمَالِ،
الْمَعْرُوْفِ بِمَزِيْدِ اْلإِنْعَامِ وَاْلإِفْضَالِ. أَحْمَدُهُ سُبْحَاَنَهُ وَهُوَ
الْمَحْمُوْدُ عَلَى كُلِّ حَالٍ. وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَشَرِيْكَ لَهُ ذُو الْعَظَمَةِ وَالْجَلاَلِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ وَخَلِيْلُهُ الصَّادِقُ الْمَقَالِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى عَبْدِكَ
وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ خَيْرِ صَحْبٍ وَآلٍ وَسَلِّمْ
تَسْلِيْمًا كثيرا.
لِلَّهِ الْمَحْمُوْدِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، اَلْمَوْصُوْفِ بِصِفَاتِ الْجَلاَلِ وَالْكَمَالِ،
الْمَعْرُوْفِ بِمَزِيْدِ اْلإِنْعَامِ وَاْلإِفْضَالِ. أَحْمَدُهُ سُبْحَاَنَهُ وَهُوَ
الْمَحْمُوْدُ عَلَى كُلِّ حَالٍ. وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَشَرِيْكَ لَهُ ذُو الْعَظَمَةِ وَالْجَلاَلِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ وَخَلِيْلُهُ الصَّادِقُ الْمَقَالِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى عَبْدِكَ
وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ خَيْرِ صَحْبٍ وَآلٍ وَسَلِّمْ
تَسْلِيْمًا كثيرا.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ
خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً
كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ
إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا
عَظِيْمًا.
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ
خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً
كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ
إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا
عَظِيْمًا.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…
Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
“Demi Dzat yang diriku ada di tangan-Nya, bahwa jika salah seorang diantara
kalian mengambil tali lalu pergi ke gunung untuk mengambil kayu bakar lalu
dipikulnya pada punggungnya, itu lebih baik batinya dari pada ia meminta-minta
pada orang baik orang tersebut memberinya atau menolaknya” (HR. Bukhari)
“Demi Dzat yang diriku ada di tangan-Nya, bahwa jika salah seorang diantara
kalian mengambil tali lalu pergi ke gunung untuk mengambil kayu bakar lalu
dipikulnya pada punggungnya, itu lebih baik batinya dari pada ia meminta-minta
pada orang baik orang tersebut memberinya atau menolaknya” (HR. Bukhari)
Sebelum Islam datang, pekerjaan yang berbasis
keterampilan tidak terlalu mendapat tempat di hati orang-orang kafir. Misalnya
pekerjaan sebagai tukang jahit, pandai besi, tukang roti, tukang tenun, tukang
kayu. Mereka menganggap pekerjaan itu adalah pekerjaan para budak. Karena itu,
mereka nyaris tidak pernah mau menghadiri undangan perkawinan bila undangan itu
datang dari orang dengan profesi seperti itu.
keterampilan tidak terlalu mendapat tempat di hati orang-orang kafir. Misalnya
pekerjaan sebagai tukang jahit, pandai besi, tukang roti, tukang tenun, tukang
kayu. Mereka menganggap pekerjaan itu adalah pekerjaan para budak. Karena itu,
mereka nyaris tidak pernah mau menghadiri undangan perkawinan bila undangan itu
datang dari orang dengan profesi seperti itu.
Ketika Islam datang, konsepsi tentang pekerjaan
menjadi salah satu tema penting yang dibenahi oleh Islam. Islam mendorong
umatnya untuk bekerja. Di dalam Al-Qur’an dengan jelas Allah Subhanahu Wa
Ta’ala menegaskan,
menjadi salah satu tema penting yang dibenahi oleh Islam. Islam mendorong
umatnya untuk bekerja. Di dalam Al-Qur’an dengan jelas Allah Subhanahu Wa
Ta’ala menegaskan,
وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ
فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ
إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ
تَعۡمَلُونَ
Dan Katakanlah:
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah : 105)
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah : 105)
Perlahan namun pasti, Islam
mulai mengajarkan kepada para pemeluknya, bahwa mengukur rasa keberartian dalam
pekerjaan harus dikembalikan kepada prinsip-prinsip yang lebih mendasar. Dan
tidak semata kepada perbedaan jenis pekerjaan. Sebab, tidak semua orang
memiliki kesamaan jenis pekerjaan.
mulai mengajarkan kepada para pemeluknya, bahwa mengukur rasa keberartian dalam
pekerjaan harus dikembalikan kepada prinsip-prinsip yang lebih mendasar. Dan
tidak semata kepada perbedaan jenis pekerjaan. Sebab, tidak semua orang
memiliki kesamaan jenis pekerjaan.
Dengan begitu, kemudian kita
mengenal bahwa soal pekerjaan dalam Islam tidak semata apakah seseorang punya
kesibukan, pekerjaan rutin, lalu mendapat upah. Tapi pekerjaan adalah bagian tak
terpisahkan dari urusan keIslaman kita juga. Ada tiga prinsip utama yang
dipakai Islam terkait dengan pekerjaan.
mengenal bahwa soal pekerjaan dalam Islam tidak semata apakah seseorang punya
kesibukan, pekerjaan rutin, lalu mendapat upah. Tapi pekerjaan adalah bagian tak
terpisahkan dari urusan keIslaman kita juga. Ada tiga prinsip utama yang
dipakai Islam terkait dengan pekerjaan.
Pertama, prinsip pembalasan.
Maksudnya, bahwa dalam Islam, setiap pekerjaan yang dilakukan manusia akan
mendapat pembalasan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala di akhirat kelak.
Maka pekerjaan tidak hanya urusan yang selesai di dunia. Tapi punya mata
rantainya hingga ke kehidupan akhirat. Bobot ini memberi rasa keberartian yang
sangat luar biasa. Pada saat yang sama, prinsip ini akan melahirkan apa yang
disebut dengan kesadaran tanggungjawab. Dengan meyakini bahwa setiap pekerjaan
akan dibalas oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di akhirat kelak, maka kita
didorong untuk menjadi orang yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap
pekerjaan yang kita lakukan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Maksudnya, bahwa dalam Islam, setiap pekerjaan yang dilakukan manusia akan
mendapat pembalasan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala di akhirat kelak.
Maka pekerjaan tidak hanya urusan yang selesai di dunia. Tapi punya mata
rantainya hingga ke kehidupan akhirat. Bobot ini memberi rasa keberartian yang
sangat luar biasa. Pada saat yang sama, prinsip ini akan melahirkan apa yang
disebut dengan kesadaran tanggungjawab. Dengan meyakini bahwa setiap pekerjaan
akan dibalas oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di akhirat kelak, maka kita
didorong untuk menjadi orang yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap
pekerjaan yang kita lakukan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَٱسۡتَجَابَ لَهُمۡ
رَبُّهُمۡ أَنِّي لَآ أُضِيعُ عَمَلَ عَٰمِلٖ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰۖ … ١٩٥
رَبُّهُمۡ أَنِّي لَآ أُضِيعُ عَمَلَ عَٰمِلٖ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰۖ … ١٩٥
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan
berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang
beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, …” (QS. Ali Imran : 195)
berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang
beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, …” (QS. Ali Imran : 195)
Dalam
ayat lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan,
ayat lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan,
وَأَن
لَّيۡسَ لِلۡإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ٣٩ وَأَنَّ سَعۡيَهُۥ سَوۡفَ يُرَىٰ
٤٠ ثُمَّ يُجۡزَىٰهُ ٱلۡجَزَآءَ ٱلۡأَوۡفَىٰ
٤١
لَّيۡسَ لِلۡإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ٣٩ وَأَنَّ سَعۡيَهُۥ سَوۡفَ يُرَىٰ
٤٠ ثُمَّ يُجۡزَىٰهُ ٱلۡجَزَآءَ ٱلۡأَوۡفَىٰ
٤١
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya. dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan
(kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling
sempurna.” (QS. An-Najm : 39 – 41)
telah diusahakannya. dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan
(kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling
sempurna.” (QS. An-Najm : 39 – 41)
Karena
pembalasan itu baru akan terketahui secara pasti di akhirat kelak, Islam
memberikan alat yang mudah untuk mengukur rasa keberartian kita dalam bekerja.
Yaitu dengan mengembalikan penilaian pekerjaan itu pertama kali kepada niat
kita. Dalam hadits Umar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
menjelaskan, “Sesungguhnya segala pekerjaan itu tergantung niatnya.”
Sementara secara praktik, tentu pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang
halal.
pembalasan itu baru akan terketahui secara pasti di akhirat kelak, Islam
memberikan alat yang mudah untuk mengukur rasa keberartian kita dalam bekerja.
Yaitu dengan mengembalikan penilaian pekerjaan itu pertama kali kepada niat
kita. Dalam hadits Umar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
menjelaskan, “Sesungguhnya segala pekerjaan itu tergantung niatnya.”
Sementara secara praktik, tentu pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang
halal.
Karena
itu, dalam hadits yang lain dari Aisyah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam mengatakan, “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak sesuai
dengan ajaranku maka akan ditolak.”
itu, dalam hadits yang lain dari Aisyah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam mengatakan, “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak sesuai
dengan ajaranku maka akan ditolak.”
Tidak
berlebihan bila sebagian ulama mengatakan, bahwa dua hadits itulah inti dari
ajaran agama. Hadits Umar merupakan alat ukur pekerjaan secara bathin. Sedang
hadits Aisyah merupakan alat ukur pekerjaan secara lahir.
berlebihan bila sebagian ulama mengatakan, bahwa dua hadits itulah inti dari
ajaran agama. Hadits Umar merupakan alat ukur pekerjaan secara bathin. Sedang
hadits Aisyah merupakan alat ukur pekerjaan secara lahir.
Kedua,
prinsip kemudahan. Maksudnya, bahwa
setiap orang akan dimudahkan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan potensi,
bakat, kecenderungan dan juga apa yang ia geluti dari waktu ke waktu hingga
menjadi sebuah keahlian. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala,
prinsip kemudahan. Maksudnya, bahwa
setiap orang akan dimudahkan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan potensi,
bakat, kecenderungan dan juga apa yang ia geluti dari waktu ke waktu hingga
menjadi sebuah keahlian. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala,
قُلۡ كُلّٞ يَعۡمَلُ عَلَىٰ
شَاكِلَتِهِۦ فَرَبُّكُمۡ أَعۡلَمُ بِمَنۡ هُوَ أَهۡدَىٰ سَبِيلٗا ٨٤
شَاكِلَتِهِۦ فَرَبُّكُمۡ أَعۡلَمُ بِمَنۡ هُوَ أَهۡدَىٰ سَبِيلٗا ٨٤
Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya
masing-masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar
jalannya.” (QS. Al-Isra : 84)
masing-masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar
jalannya.” (QS. Al-Isra : 84)
Prinsip
ini merupakan landasan untuk melahirkan
apa yang disebut dengan kesadaran keahlian atau kesadaran skilled.
Artinya, setiap orang pada dasarnya memiliki bahan atau potensi di dalam diri
yang membuat dia bisa bekerja dan menekuni profesi atau keahlian tertentu.
Kesadaran skilled itulah yang disebut dengan itqan dan ihsan dalam Islam.
Artinya seseorang bekerja dengan keahlian yang maksimal dengan kualitas yang
maksimal.
ini merupakan landasan untuk melahirkan
apa yang disebut dengan kesadaran keahlian atau kesadaran skilled.
Artinya, setiap orang pada dasarnya memiliki bahan atau potensi di dalam diri
yang membuat dia bisa bekerja dan menekuni profesi atau keahlian tertentu.
Kesadaran skilled itulah yang disebut dengan itqan dan ihsan dalam Islam.
Artinya seseorang bekerja dengan keahlian yang maksimal dengan kualitas yang
maksimal.
Karena
itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan derajat yang berbeda antara
satu orang dengan orang lain sesuai dengan kadar pekerjaannya. Inilah
konsekuensi dari prinsip kemudahan itu, di mana ada orang yang sungguh-sungguh,
dan ada yang kurang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan derajat yang berbeda antara
satu orang dengan orang lain sesuai dengan kadar pekerjaannya. Inilah
konsekuensi dari prinsip kemudahan itu, di mana ada orang yang sungguh-sungguh,
dan ada yang kurang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلِكُلّٖ دَرَجَٰتٞ
مِّمَّا عَمِلُواْۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَٰفِلٍ عَمَّا يَعۡمَلُونَ ١٣٢
مِّمَّا عَمِلُواْۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَٰفِلٍ عَمَّا يَعۡمَلُونَ ١٣٢
“Dan masing-masing orang memperoleh
derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak
lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS.
Al-An’am : 132)
derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak
lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS.
Al-An’am : 132)
Ketiga, prinsip kemanfaatan. Maksudnya, bahwa dalam Islam, kita didorong untuk memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan sesama. Seperti yang dijelaskan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam haditsnya,
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan sesama. Seperti yang dijelaskan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam haditsnya,
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
(رواه احمد, التبراني الدارقطني)
(رواه احمد, التبراني الدارقطني)
“Sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad,
ath-Thabrani, ad-Daruqutni)
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad,
ath-Thabrani, ad-Daruqutni)
Maka, pekerjaan yang memberi manfaat pada kehidupan ini, bagi
banyak orang, tentu lebih bernilai dan berarti ketimbang pekerjaan yang hanya
memberi manfaat kepada diri sendiri, atau segelintir orang, atau malah yang
tidak memberi manfaat, atau malah merugikan. Dalam hal ini, kita merasa berarti
atau tidak berarti dipengaruhi oleh apakah kita merasakan bahwa ada manfaat
yang bisa kita berikan kepada orang lain dari pekerjaan kita. Ini yang disebut
dengan prinsip kemanfaatan melahirkan kesadaran peran.
banyak orang, tentu lebih bernilai dan berarti ketimbang pekerjaan yang hanya
memberi manfaat kepada diri sendiri, atau segelintir orang, atau malah yang
tidak memberi manfaat, atau malah merugikan. Dalam hal ini, kita merasa berarti
atau tidak berarti dipengaruhi oleh apakah kita merasakan bahwa ada manfaat
yang bisa kita berikan kepada orang lain dari pekerjaan kita. Ini yang disebut
dengan prinsip kemanfaatan melahirkan kesadaran peran.
Pentingnya kesadaran akan peran
ini, dapat kita lihat pada banyak sekali pembobotan yang diberikan Islam kepada
berbagai pekerjaan. Pembobotan itulah sumber keberartian bathin yang
menentramkan. Bagaimana Islam memberi penghargaan kepada para suami yang
bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Juga para istri yang mengelola
berbagai beban rumah tangga. Atau guru yang mengajarkan ilmu dan mengubah
orang-orang yang lugu menjadi berilmu. Atau pengusaha sukses yang mengentaskan
banyak orang miskin melalui sedekah yang memberdayakan. Semua itu ada
pembobotannya secara nash dalam Islam. Ada banyak dalil yang menjelaskan
keutamaan berbagai peran. Tetapi dengan kerangka umum, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia.”
ini, dapat kita lihat pada banyak sekali pembobotan yang diberikan Islam kepada
berbagai pekerjaan. Pembobotan itulah sumber keberartian bathin yang
menentramkan. Bagaimana Islam memberi penghargaan kepada para suami yang
bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Juga para istri yang mengelola
berbagai beban rumah tangga. Atau guru yang mengajarkan ilmu dan mengubah
orang-orang yang lugu menjadi berilmu. Atau pengusaha sukses yang mengentaskan
banyak orang miskin melalui sedekah yang memberdayakan. Semua itu ada
pembobotannya secara nash dalam Islam. Ada banyak dalil yang menjelaskan
keutamaan berbagai peran. Tetapi dengan kerangka umum, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia.”
Islam memandang bahwa bekerja merupakan satu
kewajiban bagi setiap insan. Karena dengan bekerja, seseorang akan memperoleh
penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan juga keluarganya
serta dapat memberikan maslahat bagi masyarakat disekitarnya.
kewajiban bagi setiap insan. Karena dengan bekerja, seseorang akan memperoleh
penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan juga keluarganya
serta dapat memberikan maslahat bagi masyarakat disekitarnya.
Selain sebagai satu kewajiban, Islam juga
memberikan penghargaan yang sangat mulia bagi para pemeluknya yang dengan
ikhlas bekerja mengharapkan keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Penghargaan tersebut adalah sebagaimana dalam riwayat-riwayat hadits berikut :
memberikan penghargaan yang sangat mulia bagi para pemeluknya yang dengan
ikhlas bekerja mengharapkan keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Penghargaan tersebut adalah sebagaimana dalam riwayat-riwayat hadits berikut :
·
Akan diampuni dosa-dosanya oleh
Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Akan diampuni dosa-dosanya oleh
Allah Subhanahu Wa Ta’ala
مَنْ أَمْسَى
كَالاًّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ )رواه
الطبراني(
كَالاًّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ )رواه
الطبراني(
Dari Ibnu Abbas ra berkata,
Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Barang
siapa yang merasakan keletihan pada sore hari, karena pekerjaan yang dilakukan
oleh kedua tangannya, maka ia dapatkan dosanya diampuni oleh Allah Subhanahu Wa
Ta’ala pada sore hari tersebut.” (HR. Imam Tabrani, dalam Al-Mu’jam
Al-Ausath VII/ 289)
Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Barang
siapa yang merasakan keletihan pada sore hari, karena pekerjaan yang dilakukan
oleh kedua tangannya, maka ia dapatkan dosanya diampuni oleh Allah Subhanahu Wa
Ta’ala pada sore hari tersebut.” (HR. Imam Tabrani, dalam Al-Mu’jam
Al-Ausath VII/ 289)
· Dihapuskan dosa-dosa
tertentu yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa dan shadaqah.
tertentu yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa dan shadaqah.
إِنَّ مِنَ الذُّنُوْبِ لَذُنُوْبًا، لاَ
تُكَفِّرُهَا الصَّلاةُ وَلاَ الصِّياَمُ وَلاَ الْحَجُ وَلاَ الْعُمْرَةُ، قَالَ
وَمَا تُكَفِّرُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ الْهُمُوْمُ فِيْ طَلَبِ
الْمَعِيْشَةِ )رواه
الطبراني(
تُكَفِّرُهَا الصَّلاةُ وَلاَ الصِّياَمُ وَلاَ الْحَجُ وَلاَ الْعُمْرَةُ، قَالَ
وَمَا تُكَفِّرُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ الْهُمُوْمُ فِيْ طَلَبِ
الْمَعِيْشَةِ )رواه
الطبراني(
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu
terdapat suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, haji dan
juga umrah.” Sahabat bertanya, “Apa yang bisa menghapuskannya wahai
Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Semangat dalam mencari rizki.” (HR.
Thabrani, dalam Al-Mu’jam Al-Ausath I/38)
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu
terdapat suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, haji dan
juga umrah.” Sahabat bertanya, “Apa yang bisa menghapuskannya wahai
Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Semangat dalam mencari rizki.” (HR.
Thabrani, dalam Al-Mu’jam Al-Ausath I/38)
·
Mendapatkan cinta Allah Subhanahu
Wa Ta’ala
Mendapatkan cinta Allah Subhanahu
Wa Ta’ala
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ )رواه الطبراني(
Dari Ibnu Umar ra bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala
mencintai seorang mu’min yang bekerja dengan giat.” (HR. Imam
Tabrani, dalam Al-Mu’jam Al-Aushth VII/380)
mencintai seorang mu’min yang bekerja dengan giat.” (HR. Imam
Tabrani, dalam Al-Mu’jam Al-Aushth VII/380)
·
Terhindar dari azab neraka
Terhindar dari azab neraka
Dalam sebuah riwayat dikemukakan, “Pada
suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam baru kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa’advert
yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari.
Rasulullah bertanya, ‘Kenapa tanganmu?’ Saad menjawab, ‘Karena aku mengolah
tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi
tanggunganku.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengambil
tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, ‘Inilah tangan yang tidak akan
pernah disentuh oleh api neraka’” (HR. Tabrani)
suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam baru kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa’advert
yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari.
Rasulullah bertanya, ‘Kenapa tanganmu?’ Saad menjawab, ‘Karena aku mengolah
tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi
tanggunganku.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengambil
tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, ‘Inilah tangan yang tidak akan
pernah disentuh oleh api neraka’” (HR. Tabrani)
·
Bekerja mencari nafkah digolongkan
dalam fi sabililah
Bekerja mencari nafkah digolongkan
dalam fi sabililah
Dari Ka’ab bin Umrah berkata, “Ada
seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam. Orang itu sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat
lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, andaikata bekerja seperti dia dapat digolongkan
fi sabilillah, alangkah baiknya.’ Lalu Rasulullah bersabda, ‘Jika ia bekerja
untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; Jika
ia bekerja untuk membela kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah
fi sabilillah; dan jika ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak
meminta-minta, maka itu adalah fi sabilillah… (HR. Thabrani)
seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam. Orang itu sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat
lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, andaikata bekerja seperti dia dapat digolongkan
fi sabilillah, alangkah baiknya.’ Lalu Rasulullah bersabda, ‘Jika ia bekerja
untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; Jika
ia bekerja untuk membela kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah
fi sabilillah; dan jika ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak
meminta-minta, maka itu adalah fi sabilillah… (HR. Thabrani)
Riwayat-riwayat di atas sudah lebih dari cukup
bagi seorang mu’min untuk menjadi motivator dalam bekerja. Oleh karenanya
seorang muslim yang baik adalah yang bekerja dengan penuh kesungguhan dan
ketekunan. Karena selain mendapatkan penghasilan untuk kehidupan dunianya, ia
juga mendapatkan beribu kebaikan untuk kehidupannya di akhirat kelak.
bagi seorang mu’min untuk menjadi motivator dalam bekerja. Oleh karenanya
seorang muslim yang baik adalah yang bekerja dengan penuh kesungguhan dan
ketekunan. Karena selain mendapatkan penghasilan untuk kehidupan dunianya, ia
juga mendapatkan beribu kebaikan untuk kehidupannya di akhirat kelak.
Etika Bekerja
Dalam Islam
Dalam Islam
Dalam mewujudkan nilai-nilai ibadah dalam
bekerja yang dilakukan oleh setiap insan, diperlukan adab dan etika yang
membingkainya, sehingga nilai-nilai luhur tersebut tidak hilang sirna sia-sia.
Diantara adab dan etika bekerja dalam Islam adalah :
bekerja yang dilakukan oleh setiap insan, diperlukan adab dan etika yang
membingkainya, sehingga nilai-nilai luhur tersebut tidak hilang sirna sia-sia.
Diantara adab dan etika bekerja dalam Islam adalah :
1. Bekerja
dengan ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
dengan ikhlas karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ini merupakan hal dan landasan terpenting bagi
seorang yang bekerja. Artinya ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia sadar, bahwa bekerja adalah kewajiban dari
Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Ia
faham bahwa memberikan nafkah kepada diri dan keluarga adalah kewajiban dari
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia pun mengetahui, bahwa hanya dengan
bekerjalah ia dapat menunaikan kewajiban-kewajiban Islam yang lainnya, seperti
zakat, infak dan shodaqah. Sehingga ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya
dengan dzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
seorang yang bekerja. Artinya ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia sadar, bahwa bekerja adalah kewajiban dari
Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Ia
faham bahwa memberikan nafkah kepada diri dan keluarga adalah kewajiban dari
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia pun mengetahui, bahwa hanya dengan
bekerjalah ia dapat menunaikan kewajiban-kewajiban Islam yang lainnya, seperti
zakat, infak dan shodaqah. Sehingga ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya
dengan dzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
2. Itqon,
tekun dan sungguh-sungguh dalam bekerja.
tekun dan sungguh-sungguh dalam bekerja.
Implementasi dari keikhlasan dalam bekerja
adalah itqon (baca ; profesional) dalam pekerjaannya. Ia sadar bahwa kehadiran
tepat pada waktunya, menyelesaikan apa yang sudah menjadi kewajibannya secara
tuntas, tidak menunda-nunda pekerjaan, tidak mengabaikan pekerjaan, adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari esensi bekerja itu sendiri yang merupakan
ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dalam sebuah hadits, riwayat
Aisyah ra, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
adalah itqon (baca ; profesional) dalam pekerjaannya. Ia sadar bahwa kehadiran
tepat pada waktunya, menyelesaikan apa yang sudah menjadi kewajibannya secara
tuntas, tidak menunda-nunda pekerjaan, tidak mengabaikan pekerjaan, adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari esensi bekerja itu sendiri yang merupakan
ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dalam sebuah hadits, riwayat
Aisyah ra, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
اِنَّ اللهَ يُحِبُّ اِذَا عَمِلَ اَحَدُكُمْ
عَمَلاً اَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبراني)
عَمَلاً اَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبراني)
“Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa
Ta’ala mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, dia itqan (baca ;
menyempurnakan) pekerjaannya.” (HR. Thabrani).
Ta’ala mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, dia itqan (baca ;
menyempurnakan) pekerjaannya.” (HR. Thabrani).
Etika lain dari bekerja dalam Islam adalah
jujur dan amanah. Karena pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut
merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun
secara ukhrawi dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang akan dimintai
pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan
amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang
bukan menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memberikan janji bagi orang
yang jujur dan amanah akan masuk ke dalam surga bersama para shiddiqin dan
syuhada’. Dalam hadits riwayat Imam Turmudzi : Dari Abu Mentioned Al-Khudri ra,
beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
jujur dan amanah. Karena pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut
merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun
secara ukhrawi dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang akan dimintai
pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan
amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang
bukan menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memberikan janji bagi orang
yang jujur dan amanah akan masuk ke dalam surga bersama para shiddiqin dan
syuhada’. Dalam hadits riwayat Imam Turmudzi : Dari Abu Mentioned Al-Khudri ra,
beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
اَلتَّاجِرُ الصَّدُوْقُ اَلأمِيْنُ مَعَ
النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَأ (رواه الترمذي)
النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَأ (رواه الترمذي)
“Pebisnis yang jujur lagi dipercaya (amanah) akan
bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada’. (HR. At-Tirmidzi)
bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada’. (HR. At-Tirmidzi)
4. Menjaga
etika sebagai seorang muslim.
etika sebagai seorang muslim.
Bekerja juga harus memperhatikan adab dan
etika sebagai seorang muslim, seperti etika dalam berbicara, menegur,
berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan buyer, rapat, dan
sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan iman
seorang mu’min. Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
mengatakan,
etika sebagai seorang muslim, seperti etika dalam berbicara, menegur,
berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan buyer, rapat, dan
sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan iman
seorang mu’min. Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
mengatakan,
اَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُم
خُلُقًا (رواه الترمذي)
خُلُقًا (رواه الترمذي)
“Orang mu’min yang paling sempurna
imannya adalah mereka yang paling baik akhlaknya.” (HR. Turmudzi).
Dan dalam
bekerja, seorang mu’min dituntut untuk bertutur kata yang sopan, bersikap yang
bijak, makan dan minum sesuai dengan tuntunan Islam, berhadapan dengan buyer
dengan baik, rapat juga dengan sikap yang terpuji dan sebagainya yang menunjukkan
jatidirinya sebagai seorang yang beriman. Bahkan dalam hadits yang lain
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menggambarkan bahwa terdapat
dua sifat yang tidak mungkin terkumpul dalam diri seorang mu’min, yaitu bakhil
dan akhlak yang buruk. (HR. Turmudzi)
bekerja, seorang mu’min dituntut untuk bertutur kata yang sopan, bersikap yang
bijak, makan dan minum sesuai dengan tuntunan Islam, berhadapan dengan buyer
dengan baik, rapat juga dengan sikap yang terpuji dan sebagainya yang menunjukkan
jatidirinya sebagai seorang yang beriman. Bahkan dalam hadits yang lain
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menggambarkan bahwa terdapat
dua sifat yang tidak mungkin terkumpul dalam diri seorang mu’min, yaitu bakhil
dan akhlak yang buruk. (HR. Turmudzi)
5. Tidak
melanggar prinsip-prinsip syariah.
melanggar prinsip-prinsip syariah.
Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam
adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang
dilakukannya. Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa
hal, Pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti
memproduksi barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi
dan permusuhan), riba, risywah dsb. Kedua dari sisi penunjang yang tidak
terkait langsung dengan pekerjaan, seperti tidak menutup aurat, ikhtilat antara
laki-laki dengan perempuan, membuat fitnah dalam persaingan dsb.
Pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip syariah, selain mengakibatkan dosa dan
menjadi tidak berkahnya harta, juga dapat menghilangkan pahala amal shaleh kita
dalam bekerja. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang
dilakukannya. Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa
hal, Pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti
memproduksi barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi
dan permusuhan), riba, risywah dsb. Kedua dari sisi penunjang yang tidak
terkait langsung dengan pekerjaan, seperti tidak menutup aurat, ikhtilat antara
laki-laki dengan perempuan, membuat fitnah dalam persaingan dsb.
Pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip syariah, selain mengakibatkan dosa dan
menjadi tidak berkahnya harta, juga dapat menghilangkan pahala amal shaleh kita
dalam bekerja. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَلَا تُبۡطِلُوٓاْ
أَعۡمَٰلَكُمۡ ٣٣
ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَلَا تُبۡطِلُوٓاْ
أَعۡمَٰلَكُمۡ ٣٣
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan
taatlah kepada Rasul-Nya dan janganlah kalian membatalkan/merusak amal
perbuatan/pekerjaan kalian.” (QS. Muhammad : 33).
taatlah kepada Rasul-Nya dan janganlah kalian membatalkan/merusak amal
perbuatan/pekerjaan kalian.” (QS. Muhammad : 33).
Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan
dengan adanya syubhat atau sesuatu yang meragukan dan samar antara kehalalan
dengan keharamannya. Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar, yang
terdapat indikasi adanya satu kepentingan tertentu. Atau seperti bekerja sama
dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzaliman atau pelanggarannya
terhadap syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari inner maupun
eksternal. Oleh karena itulah, kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
dengan adanya syubhat atau sesuatu yang meragukan dan samar antara kehalalan
dengan keharamannya. Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar, yang
terdapat indikasi adanya satu kepentingan tertentu. Atau seperti bekerja sama
dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzaliman atau pelanggarannya
terhadap syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari inner maupun
eksternal. Oleh karena itulah, kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ
بْنِ بِشِيْر رضي الله عنهما قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم
يَقُوْلُ: (إِنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا
أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس،ِ فَمَنِ اتَّقَى
الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِه، وَمَنْ وَقَعَ فِي
الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ … (رواه البخاري ومسلم)
بْنِ بِشِيْر رضي الله عنهما قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم
يَقُوْلُ: (إِنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا
أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس،ِ فَمَنِ اتَّقَى
الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِه، وَمَنْ وَقَعَ فِي
الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ … (رواه البخاري ومسلم)
“Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan
diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang
terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang
diharamkan…” (HR. Muslim)
diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang
terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang
diharamkan…” (HR. Muslim)
7. Menjaga
ukhuwah Islamiyah.
ukhuwah Islamiyah.
Aspek lain
yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah antara
sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan
di tengah-tengah kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
sendiri mengemukakan tentang hal yang bersifat prefentif agar tidak merusak
ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum muslimin. Beliau mengemukakan,
yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah antara
sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan
di tengah-tengah kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
sendiri mengemukakan tentang hal yang bersifat prefentif agar tidak merusak
ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum muslimin. Beliau mengemukakan,
لَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ
عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ )رواه مسلم(
عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ )رواه مسلم(
“Dan
janganlah kalian menjual barang yang sudah dijual kepada saudara kalian”
(HR. Muslim).
Karena jika terjadi kontradiktif dari hadits di atas,
tentu akan merenggangkan juga ukhuwah Islamiyah diantara mereka; saling curiga,
su’udzon dsb. Karena masalah pekerjaan atau bisnis yang menghasilkan uang, akan
sangat sensitif bagi pelakunya. Kaum Anshar dan Muhajirin yang secara sifat,
karakter, background dan pola pandangnya sangat berbeda telah memberikan contoh
sangat positif bagi kita; yaitu ukhuwah islamiyah. Salah seorang sahabat Anshar
bahkan mengatakan kepada Muhajirin, jika kamu mau, saya akan bagi dua seluruh
kekayaan saya; rumah, harta, kendaraan, bahkan (yang sangat pribadipun
direlakan), yaitu istri. Hal ini terjadi lantaran ukhuwah antara mereka yang
demikian kokohnya.
tentu akan merenggangkan juga ukhuwah Islamiyah diantara mereka; saling curiga,
su’udzon dsb. Karena masalah pekerjaan atau bisnis yang menghasilkan uang, akan
sangat sensitif bagi pelakunya. Kaum Anshar dan Muhajirin yang secara sifat,
karakter, background dan pola pandangnya sangat berbeda telah memberikan contoh
sangat positif bagi kita; yaitu ukhuwah islamiyah. Salah seorang sahabat Anshar
bahkan mengatakan kepada Muhajirin, jika kamu mau, saya akan bagi dua seluruh
kekayaan saya; rumah, harta, kendaraan, bahkan (yang sangat pribadipun
direlakan), yaitu istri. Hal ini terjadi lantaran ukhuwah antara mereka yang
demikian kokohnya.
Ranjau-Ranjau
Berbahaya Dalam Dunia Kerja
Berbahaya Dalam Dunia Kerja
Dunia kerja adalah dunia yang terkadang
dikotori oleh ambisi-ambisi negatif manusia, ketamakan, keserakahan, keinginan
menang sendiri, dsb. Karena dalam dunia kerja, umumnya manusia memiliki tujuan
utama hanya untuk mencari materi. Dan tidak jarang untuk mencapai tujuan
tersebut, segala cara digunakan. Sehingga sering kita mendengar istilah, injak
bawah, jilat atas dan sikut kiri kanan. (Na’udzu billah min dzalik).
Oleh karenanya, disamping kita perlu untuk menghiasi diri dengan sifat-sifat
yang baik dalam bekerja, kitapun harus mewaspadai ranjau-ranjau berbahaya dalam
dunia kerja serta berusaha untuk menghindarinya semaksimal mungkin. Karena
dampak negatif dari ranjau-ranjau ini sangat besar, diantaranya dapat
memusnahkan seluruh pahala amal shaleh kita. Berikut adalah diantara beberapa
sifat-sifat buruk dalam dunia kerja yang perlu dihindari dan diwaspadai:
dikotori oleh ambisi-ambisi negatif manusia, ketamakan, keserakahan, keinginan
menang sendiri, dsb. Karena dalam dunia kerja, umumnya manusia memiliki tujuan
utama hanya untuk mencari materi. Dan tidak jarang untuk mencapai tujuan
tersebut, segala cara digunakan. Sehingga sering kita mendengar istilah, injak
bawah, jilat atas dan sikut kiri kanan. (Na’udzu billah min dzalik).
Oleh karenanya, disamping kita perlu untuk menghiasi diri dengan sifat-sifat
yang baik dalam bekerja, kitapun harus mewaspadai ranjau-ranjau berbahaya dalam
dunia kerja serta berusaha untuk menghindarinya semaksimal mungkin. Karena
dampak negatif dari ranjau-ranjau ini sangat besar, diantaranya dapat
memusnahkan seluruh pahala amal shaleh kita. Berikut adalah diantara beberapa
sifat-sifat buruk dalam dunia kerja yang perlu dihindari dan diwaspadai:
Hasad atau dengki adalah suatu sifat, yang
sering digambarkan oleh para ulama dengan ungkapan “senang melihat orang
susah, dan susah melihat orang senang.” Sifat ini sangat berbahaya, karena
akan “menghilangkan” pahala amal shaleh kita dalam bekerja.Dalam
sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
sering digambarkan oleh para ulama dengan ungkapan “senang melihat orang
susah, dan susah melihat orang senang.” Sifat ini sangat berbahaya, karena
akan “menghilangkan” pahala amal shaleh kita dalam bekerja.Dalam
sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ
يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَ )رواه أبو داود(
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ
يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَ )رواه أبو داود(
Dari Abu Hurairah ra berkata, sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Jauhilah oleh
kalian sifat hasad (iri hati), karena sesungguhnya hasad itu dapat memakan
kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar.” (HR. Abu Daud)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Jauhilah oleh
kalian sifat hasad (iri hati), karena sesungguhnya hasad itu dapat memakan
kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar.” (HR. Abu Daud)
Tidak jarang, ketika orang yang sama-sama
memiliki ambisi dunia berkompetisi untuk mendapatkan satu jabatan tertentu,
atau ingin mendapatkan “kesan baik” di mata atasan, atau sama-sama
ingin mendapatkan proyek tertentu, kemudian saling fitnah, saling tuduh, lalu
saling bermusuhan. Jika sifat permusuhan merasuk dalam jiwa kita, dan tidak
berusaha kita hilangkan, maka akibatnya juga sangat deadly, yaitu bahwa amal
shalehnya akan “dipending” oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
hingga mereka berbaikan. Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam bersabda :
memiliki ambisi dunia berkompetisi untuk mendapatkan satu jabatan tertentu,
atau ingin mendapatkan “kesan baik” di mata atasan, atau sama-sama
ingin mendapatkan proyek tertentu, kemudian saling fitnah, saling tuduh, lalu
saling bermusuhan. Jika sifat permusuhan merasuk dalam jiwa kita, dan tidak
berusaha kita hilangkan, maka akibatnya juga sangat deadly, yaitu bahwa amal
shalehnya akan “dipending” oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
hingga mereka berbaikan. Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ
الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ
بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ
فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى
يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا )رواه
مسلم(
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ
الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ
بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ
فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى
يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا )رواه
مسلم(
Dari Abu Hurairah ra berkata,bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Pintu-pintu surga dibuka pada hari senin
dan kamis, maka pada hari itu akan diampuni dosa setiap hamba yang tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seseorang yang sedang
bermusuhan dengan saudaranya sesama muslim, maka dikatakan kepada para
malaikat, “Tangguhkan dua orang ini sampai mereka berbaikan.” (HR.
Muslim)
‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Pintu-pintu surga dibuka pada hari senin
dan kamis, maka pada hari itu akan diampuni dosa setiap hamba yang tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seseorang yang sedang
bermusuhan dengan saudaranya sesama muslim, maka dikatakan kepada para
malaikat, “Tangguhkan dua orang ini sampai mereka berbaikan.” (HR.
Muslim)
Sifat inipun tidak kalah negatifnya. Karena
ambisi tertentu atau hal tertentu, kemudian menjadikan kita bersu’udzon atau
berprasangka buruk kepada saudara kita sesama muslim, yang bekerja dalam satu
atap bersama kita, khususnya ketika ia mendapatkan praise yang lebih baik dari
kita. Sifat ini perlu dihindari karena merupakan sifat yang dilarang oleh Allah
Subhanahu Wa Ta’ala & Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,
di samping juga bahwa sifat ini merupakan pintu gerbang ke sifat negatif
lainnya.Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
bersabda :
ambisi tertentu atau hal tertentu, kemudian menjadikan kita bersu’udzon atau
berprasangka buruk kepada saudara kita sesama muslim, yang bekerja dalam satu
atap bersama kita, khususnya ketika ia mendapatkan praise yang lebih baik dari
kita. Sifat ini perlu dihindari karena merupakan sifat yang dilarang oleh Allah
Subhanahu Wa Ta’ala & Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,
di samping juga bahwa sifat ini merupakan pintu gerbang ke sifat negatif
lainnya.Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ
أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَنَافَسُوا وَلَا
تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ
إِخْوَانًا )رواه
مسلم(
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ
أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَنَافَسُوا وَلَا
تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ
إِخْوَانًا )رواه
مسلم(
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Jauhilah oleh
kalian prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka buruk itu adalah
sedusta-dustanya perkataan. Dan janganlah kalian mencari-cari berita kesalahan
orang lain, dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan
janganlah kalian saling mementingkan diri sendiri, dan janganlah kalian saling
dengki, dan janganlah kalian saling marah, dan janganlah kalian saling memusuhi
dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Jauhilah oleh
kalian prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka buruk itu adalah
sedusta-dustanya perkataan. Dan janganlah kalian mencari-cari berita kesalahan
orang lain, dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan
janganlah kalian saling mementingkan diri sendiri, dan janganlah kalian saling
dengki, dan janganlah kalian saling marah, dan janganlah kalian saling memusuhi
dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim)
Di sisi lain, terkadang kita yang mendapatkan
prestasi sering terjebak pada satu bentuk kearogansian yang mengakibatkan pada
sifat kesombongan. Merasa paling pintar, paling profesional, paling penting
kedudukan dan posisinya di kantor, dsb. Kita harus mewaspadai sifat ini, karena
ini merupakan sifatnya syaitan yang kemudian menjadikan mereka dilaknat oleh
Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta dijadikan makhluk paling hina diseluruh
jagad raya ini. Sifat ini pun sangat berbahaya, karena dapat menjadikan
pelakunya diharamkan masuk ke dalam surga (na’udzu billah min dzalik).
Dalam sebuah riwayat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda
prestasi sering terjebak pada satu bentuk kearogansian yang mengakibatkan pada
sifat kesombongan. Merasa paling pintar, paling profesional, paling penting
kedudukan dan posisinya di kantor, dsb. Kita harus mewaspadai sifat ini, karena
ini merupakan sifatnya syaitan yang kemudian menjadikan mereka dilaknat oleh
Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta dijadikan makhluk paling hina diseluruh
jagad raya ini. Sifat ini pun sangat berbahaya, karena dapat menjadikan
pelakunya diharamkan masuk ke dalam surga (na’udzu billah min dzalik).
Dalam sebuah riwayat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ
مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ
الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ
اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ )رواه مسلم(
مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ
الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ
اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ )رواه مسلم(
“Tidak akan masuk surga
seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang
suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya
Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan
meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim)
seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang
suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya
Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan
meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim)
5. Namimah
(mengadu domba)
(mengadu domba)
Indahnya dunia terkadang membutakan mata.
Keingingan mencapai sesuatu, meraih kedudukan tinggi, memiliki gaji yang besar,
tidak jarang menjerumuskan manusia untuk saling fitnah dan adu domba. Sifat ini
teramat sangat berbahaya, karena akan merusak tatanan ukhuwah dalam dunia
kerja. Di samping itu, sifat sangat dimurkai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala
serta dibenci Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Dalam sebuah
hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
Keingingan mencapai sesuatu, meraih kedudukan tinggi, memiliki gaji yang besar,
tidak jarang menjerumuskan manusia untuk saling fitnah dan adu domba. Sifat ini
teramat sangat berbahaya, karena akan merusak tatanan ukhuwah dalam dunia
kerja. Di samping itu, sifat sangat dimurkai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala
serta dibenci Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Dalam sebuah
hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَجُلًا
يَنُمُّ الْحَدِيثَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ (رواه البخاري ومسلم)
يَنُمُّ الْحَدِيثَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ (رواه البخاري ومسلم)
Dari Hudzaifah ra berkata bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam bersbada, “Tidak akan masuk surga seseorang yang suka
mengadu domba.” (HR Bukhari Muslim)
‘Alaihi Wa Sallam bersbada, “Tidak akan masuk surga seseorang yang suka
mengadu domba.” (HR Bukhari Muslim)
Masih banyak sesungguhnya sifat-sifat lain
yang perlu dihindari. Namun setidaknya kelima ranjau berbahaya tadi, dapat
menggugah kita untuk menjauhi segala ranjau-ranjau berbahaya lainnya khususnya
dalam kehidupan dunia kerja. Jadi, sekarang bekerjalah dengan niat ikhlas,
hiasi dengan sifat-sifat positif dan songsonglah hari esok dengan penuh
kegemilangan serta keridhaan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
yang perlu dihindari. Namun setidaknya kelima ranjau berbahaya tadi, dapat
menggugah kita untuk menjauhi segala ranjau-ranjau berbahaya lainnya khususnya
dalam kehidupan dunia kerja. Jadi, sekarang bekerjalah dengan niat ikhlas,
hiasi dengan sifat-sifat positif dan songsonglah hari esok dengan penuh
kegemilangan serta keridhaan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Bersyukurlah kita. Menjadi muslim artinya menjadi orang yang punya
landasan ideologis kuat dalam soal pekerjaan. Ya, bekerja tidak sekedar
membanting tulang atau menguras keringat. Bagi kita bekerja adalah bagian tak
terpisahkan dari ajaran agama kita.
landasan ideologis kuat dalam soal pekerjaan. Ya, bekerja tidak sekedar
membanting tulang atau menguras keringat. Bagi kita bekerja adalah bagian tak
terpisahkan dari ajaran agama kita.
Kesadaran inilah sebenarnya pilar penting kita dalam memuliakan
pekerjaan. Sebab menilai pekerjaan hanya dari jenis pekerjaannya sangatlah
rapuh. Sebab apapun jenisnya, setiap pekerjaan punya masa semangatnya, juga
punya masa jenuhnya. Setiap pekerjaan punya saat mudahnya, juga punya saat
sulitnya. Secara lahiriyah profesi kita mejelaskan apa-apa yang harus kita
kerjakan. Tapi keberartian adalah apa yang kita rasakan di lubuk hati yang
paling dalam ketika kita menjalani pekerjaan itu. Wallahu a’lam bishshawab.
pekerjaan. Sebab menilai pekerjaan hanya dari jenis pekerjaannya sangatlah
rapuh. Sebab apapun jenisnya, setiap pekerjaan punya masa semangatnya, juga
punya masa jenuhnya. Setiap pekerjaan punya saat mudahnya, juga punya saat
sulitnya. Secara lahiriyah profesi kita mejelaskan apa-apa yang harus kita
kerjakan. Tapi keberartian adalah apa yang kita rasakan di lubuk hati yang
paling dalam ketika kita menjalani pekerjaan itu. Wallahu a’lam bishshawab.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيْئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَسْلِيْمًا.
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَمِنْ سَيْئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَسْلِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ،
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ،
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ
فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ
لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا اغْفِرْ
لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. اَللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ، وَنَعُوْذُ
بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ بِهِ عِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ، وَنَعُوْذُ
بِكَ مِنْ شَرِّ مَا اسْتَعَاذَ بِكَ مِنْهُ عِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ.
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ
فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ
لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا اغْفِرْ
لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. اَللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ، وَنَعُوْذُ
بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ بِهِ عِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ، وَنَعُوْذُ
بِكَ مِنْ شَرِّ مَا اسْتَعَاذَ بِكَ مِنْهُ عِبَادُكَ الصَّالِحُوْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ
يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا
اللهَ الْعَظِيْمَ