Tifa Tour Medan



PENGGELAPAN DALAM KUHP Tifa Tour Medan







Tifa Tour: PENGGELAPAN DALAM KUHP





PENGGELAPAN DALAM KUHP

Oleh : Sudono Al-Qudsi

Pasal 372 KUHP (penggelapan)
“Barang
siapa dengan sengaja dan melawan hukam memiliki suatu benda yang seluruhnya
atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan, diancam karena penggelapandengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun atau denda paling banyak Rp.900,-“
            Dalam penipuan, dimilikinya suatu
benda oleh seseorang dilakukan dengan cara melawan hukum, yaitu dengan
perbuatan yang tidak sah: memakai nama palsu, tipu muslihat, atau rangkaian
kebohongan. Seorang yang melakukanpenipun, dengan kata-kata bohongnya itu,
menyebabkan orang lain menyerahkan suatu benda kepadanya. Tanpa adanya
kebohongan tersebut, belum tentu orang yang bersangkutan akan menyerahkan benda
itu secara sukarela.
Unsur-Unsur Pasal Tindak Pidana Penggelapan
         
Penggelapan terdapat
unsur-unsur Objektif  meliputi perbuatan memiliki, sesuatu benda,
yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang berada dalam kekuasaannya
bukan karena kejahatan, dan unsur-unsur Subjektif meliputi
penggelapan dengan sengaja dan penggelapan melawan hukum. Pasal-Pasal
penggelapan antara lain :
1)   Pasal
372 KUHP Penggelapan Biasa
a. Dengan sengaja
memiliki.
b. Memiliki suatu barang.
c. Barang yang dimiliki
seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Mengakui memiliki
secara melawan hukum.
e. Barang yang ada dalam
kekuasaan bukan karena kejahatan.
Hukuman : Hukuman
penjara selama-lamanya 4 tahun.
2)   Pasal 373 KUHP Penggelapan
Ringan
a. Dengan sengaja
memiliki.
b. Memiliki suatu bukan
ternak.
c. Barang yang dimiliki
seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Mengakui memiliki
secara melawan hukum
e. Barang yang ada dalam
kekuasaan bukan karena kejahatan.
f. Harganya tidak lebih
dari Rp. 25,-
Hukuman : Hukuman
penjara selama-lamanya 3 bulan.
3)   Pasal 374 dan KUHP
Penggelapan dengan Pemberatan
a. Dengan sengaja memiliki.
b. Memiliki suatu barang.
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau
sebagian termasuk milik orang lain.
d. Mengakui memiliki secara melawan hukum.
e. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan
karena kejahatan.
f. Berhubung dengan pekerjaan atau jabatan.
Hukuman : Hukuman penjara
selama-lamanya 5 tahun.
4)   Pasal 375 KUHP
Penggelapan oleh Wali dan Lain-lain
a. Dengan sengaja
memiliki.
b. Memiliki suatu barang.
c. Barang yang dimiliki
seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Barang yang ada dalam
kekuasaan bukan karena kejahatan.
e. Terpaksa disuruh
menyimpan barang.
f. Dilakukan oleh wali,
atau pengurus atau pelaksana surat wasiat, atau pengurus lembaga sosial atau
yayasan.
Hukuman : Hukuman
penjara selama-lamanya 6 tahun.
           Penggelapan yang ada
pada pasal 375 ini adalah beradanya benda objek Penggelapan di dalam kekuasaan
pelaku disebabkan karena: Terpaksa disuruh menyimpan barang itu, ini biasanya
disebabkan karena terjadi kebakaran, banjir dan sebagainya. Kedudukan sebagai
seorang wali (voogd); Wali yang dimaksudkan di sini adalah wali bagi anak-anak
yang belum dewasa. Kedudukan sebagai pengampu (curator); Pengampu yang
dimaksudkan adalah seseorang yang ditunjuk oleh hakim untuk menjadi wali bagi
seseorang yang sudah dewasa, akan tetapi orang tersebut dianggap tidak dapat
berbuat hukum dan tidak dapat menguasai atau mengatur harta bendanya disebabkan
karena ia sakit jiwa atau yang lainnya.
           Kedudukan sebagai seorang kuasa
(bewindvoerder); Seorang kuasa berdasarkan BW adalah orang yang ditunjuk oleh
hakim dan diberi kuasa untuk mengurus harta benda seseorang yang telah
ditinggalkan oleh pemiliknya tanpa menunjuk seorang wakil pun untuk mengurus
harta bendanya itu. Kedudukan sebagai pelaksana surat wasiat; Yang dimaksud
adalah seseorang yang ditunjuk oleh pewaris di dalam surat wasiatnya untuk
melaksanakan apa yang di kehendaki oleh pewaris terhadap harta kekayaannya.
Kedudukan sebagai pengurus lembaga sosial atau yayasan.
5)   Pasal 376 KUHP
Penggelapan dalam Keluarga
a. Dengan sengaja
memiliki.
b. Memiliki suatu barang.
c. Barang yang dimiliki
seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain.
d. Mengakui memiliki
secara melawan hukum.
e. Barang yang ada dalam
kekuasaan bukan karena kejahatan.
f. Penggelapan dilakukan
suami (isteri) yang tidak atau sudah diceraikan atau sanak atau keluarga orang
itu karena kawin.
Hukuman : Hanya
dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan
kejahatan itu.
         Tindak pidana penggelapan dalam keluarga disebut
juga delik aduan relatif dimana adanya aduan merupakan syarat untuk melakukan
penuntutan terhadap orang yang oleh pengadu disebutkan namanya di dalam
pengaduan. Dasar hukum delik ini diatur dalam pasal 376 yang merupakan rumusan
dari tindak pidana pencurian dalam kelurga sebagaimana telah diatur dalam
pembahasan tentang pidana pencurian, yang pada dasarnya pada ayat pertama bahwa
keadaan tidak bercerai meja dan tempat tidur dan keadaan tidak bercerai harta
kekayaan merupakan dasar peniadaan penuntutan terhadap suami atau istri yang
bertindak sebagai pelaku atau yang membantu melakukan tindak pidana penggelapan
terhadap harta kekayaan istri dan suami mereka. Pada ayat yang kedua, hal yang
menjadikan penggelapan sebagai delik aduan adalah keadaan di mana suami dan
istri telah pisah atau telah bercerai harta kekayaan.
Alasannya, sama halnya
dengan pencurian dalam keluarga yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap
harta kekayaan suami mereka, yaitu bahwa kemungkinan harta tersebut adalah
harta bersama yang didapat ketika hidup bersama atau yang lebih dikenal dengan
harta gono-gini yang mengakibatkan sulitnya membedakan apakah itu harta suami
atau harta istri.
           Oleh karena itu,
perceraian harta kekayaan adalah yang menjadikan tindak pidana penggelapan
dalam keluarga sebagai delik aduan.
[1][4] Tindak pidana 
Penggelapan dalam lingkungan keluarga dapat diadili jika kejahatan
tersebut diadukan oleh keluarga yang bersengketa.
Berdasar bunyi Pasal 372 KUHP diatas,
diketahui bahwa secara yuridis delik penggelapan harus memenuhi unsur-unsur
pokok berupa :
1. Unsur
Subyektif Delik berupa kesengajaan pelaku untuk menggelapkan barang milik orang
lain yang dirumuskan dalam pasal undang-undang melalui kata : “dengan sengaja”;
dan
2.   
Unsur Oyektif Delik yang terdiri atas :
      
(a)   Unsur barang siapa;
      
(b)   Unsur menguasai secara
melawan hukum;
      
(c)   Unsur suatu benda;
(d)  
Unsur sebagian atau seluruhnya milik orang lain; dan
(e)  
Unsur benda tersebut ada padanya bukan karena kejahatan.
        
Jadi untuk dapat menyatakan seseorang sebagai pelaku penggelapan,
Majelis Hakim Pengadilan pun harus melakukan pemeriksaan dan membuktikan secara
sah dan meyakinkan, apakah benar pada diri dan perbuatan orang tersebut telah
terbukti unsur-unsur tindak pidana penggelapan baik berupa unsur subyektif
maupun unsur obyektifnya. Dalam konteks pembuktian unsur subyektif misalnya,
kesengajaan pelaku penggelapan (opzet), melahirkan implikasi-implikasi
pembuktian apakah benar (berdasar fakta hukum) terdakwa memang :
a.    “menghendaki” atau “bermaksud” untuk
menguasai suatu benda secara melawan hukum
b.    “mengetahui / menyadari” secara pasti bahwa
yang ingin ia kuasai itu adalah sebuah benda
c.    “mengetahui / menyadari” bahwa benda
tersebut sebagian atau seluruhnya adalah milik orang lain
d.    “mengetahui” bahwa benda tersebut ada
padanya bukan karena kejahatan.
Sedangkan terkait unsur-unsur obyektif
delik penggelapan, menurut perspektif doktin hukum pidana ada beberapa hal yang
harus dipahami juga sebagai berikut :
1.  Pelaku penggelapan harus melakukan penguasaan
suatu benda yang milik orang lain tersebut secara melawan hukum. Unsur melawan
hukum (wederrnechtelijk toeeigenen) ini merupakan hal yang harus melekat adap
ada perbuatan menguasai benda milik orang lain tadi, dan dengan demikian harus
pula dibuktikan. Menurut van Bemmelen dan van Hattum, makna secara melawan
hukum dalam hal ini cukup dan bisa diartikan sebagai “bertentangan dengan
kepatutan dalam pergaulan masyarakat”.
2.   Cakupan makna “suatu benda” milik orang lain
yang dikuasai pelaku penggelapan secara melawan hukum tadi, dalam praktek
cenderung terbatas pada pengertian benda yang menurut sifatnya dapat
dipindah-pindahkan atau biasa disebut dengan istilah “benda bergerak”.
3. Pengertian
bahwa benda yang dikuasai pelaku penggelapan, sebagian atau seluruhnya
merupakan milik orang lain, adalah mengandung arti (menurut berbagai Arrest
Hoge Raad) bahwa harus ada hubungan langsung yang bersifat nyata antara pelaku
dengan benda yang dikuasainya.
     
    Berdasarkan paparan singkat
mengenai apakah hakekat perbuatan wan prestiasi, penipuan, dan pengelapan tersebut,
maka dapat ditegaskan bahwa meskipun batas antara ketiganya dalam realitas
kasus seringkali memang tipis, namun tetap dapat dibedakan berdasar
doktrin-doktrin hukum terkait. Sehingga suatu kasus wan prestasi sebagaimana
telah diilustasikan pada pendahuluan, yang hakekatnya merupakan masalah murni
keperdataan (kontraktual indivual), semestinya tetap harus dipandang dan
diletakkan secara proporsional dan tidak ditarik secara sederhana apalagi
dengan “pemaksaan rekayasa” sebagai kasus kejahatan penipuan ataupun
penggelapan, terlebih lagi jika hal itu dilakukan dengan maksud atau
tujuan-tujuan tertentu. Disini etika berperkara atau mendampingi perkara
seorang klien yang berbasis filosofi pengungkapan dan pembelaan yang benar
(bukan sekedar yang bayar), menjadi hal yang signifikan untuk direnungkan dan
lebih penting lagi ialah dipraktekkan.